Majelis Taklim
Etimologis kata majelis ta’lim berasal dari bahasa arab yang
terdiri dari dua kata yaitu “majelis dan ta’lim”, majelis artinya tempat duduk,
tempat sidang dewan sedangkan ta’lim yang diartikan dengan pengajaran. Dengan
demikian secara bahasa majelis ta’lim adalah tempat untuk melaksanakan
pengajaran atau pengajian agama Islam. Diuraikan dalam
buku pedoman oengelolaan majelis ta’lim
(2008) bahwa menurut akar katanya, sitilah majelis ta’lim tersusun dari
gabungan dua kata, yaitu : majelis yang berarti tempat dan kata ta’lim yang
berarti pengajaran. Maka majelsi ta’lim berarti tempat pengajaran atau
pengajian bagi orang-orang yang ingin mendalamai ajaran-ajaran islam. Sebegaia
sarana da’wah dalam pengajaran agama, majelis ta’lim sesungguhnya memiliki
basis tradisi yang kuat sejak nabi muhammad saw mensyiarkan agama islam di
awal-awal risalah beliau.[1]
Sedangkan secara terminology,
sebagaimana dirumuskan pada musyawarah majelis ta’lim se DKI Jakarta Tahun
1980, majelis ta’lim adalah lembaga pendidikan Islam yang memiliki kurikulum
tersendiri, diselenggarakan
secara barkala dan teratur, dan diikuti oleh jamaah yang relative banyak,
bertujuan untuk membina dan mengembangkan hubungan yang santun dan serasi
antara manusia dengan Allah SWT, antara manusia dengan sesamanya, serta antara
manusia dengan lingkungannya dalam rangka membina
masyarakat yang bertakwa kepada Allah SWT.[2]
Struktur organisasi majelis ta’lim
merupakan sebuah organisasi pendidikan luar sekolah (non formal) atau satu
lembaga pendidikan Islam yang bersifat non formal yang senantiasa menanamkan
akhlak yang luhur dan mulia, meningkatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan
keterampilan jamaahnya, serta menambah
pengetahuan umat Islam agar dapat memperoleh kehidupan yang bahagia dan sejahtera
serta di ridloi oleh Allah SWT.[3] Pada
umumnya majelis ta’lim adalah lembaga swadaya masyarakat murni, yang
dilahirkan, dikelola, dipelihara, dikembangkan, dan didukung oleh anggotanya.
Oleh karena itu, majelis ta’lim merupakan wadah masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan mereka sendiri, atau sebagai lembaga swadaya
masyarakat yang hidupnya didasarkan kepada “ta’awun
dan ruhama
u bainahum”.[4]